Tugas individu
MAKALAH
ILMUH TANAH TAMBAK DAN KOLAM
Di susun oleh:
Abdul Halim Akbar
105 940 714 12
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2013
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur
penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu
Wa’ Ta’ala yang telah melimpahkan segenap
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam tak lupa semoga senantiasa
terlimpah curahkan ke junjungan umat kita, Baginda Nabi Muhammad Sallallahu
Alaihi Wassalam. Adanya makalah berjudul “Pemanfaatan Tanah Gambut
(Histosol)” ini semoga dapat dijadikan suatu pengetahuan dan
wawasan bagi yang membacanya.
Tiada gading yang tak
retak. Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun membutuhkan kritik dan saran yang
bersifat konstruktif dan korektif sebagai bahan evaluasi ke depannya.
Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi pembaca sekalian.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Makassar , April 2013
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
BAB II KARAKTERISTIK
TANAH GAMBUT............................................... 2
- Faktor-Faktor Pembentuk Tanah............................................................... 2
- Proses Pembentukan Tanah Gambut ........................................................ 2
- Sifat Fisik, Kimia dan Morfologi Gambut................................................ 4
- Kendala-Kendala pada Histosol untuk Usaha Pertanian.......................... 7
- Pola Penyebaran Gambut di Indonesia..................................................... 8
BAB III PEMANFAATAN
TANAH GAMBUT............................................... 9
- Kondisi Saat Ini ....................................................................................... 9
- Pengelolaan dan pemanfaatan lahan gambut ........................................... 9
BAB IV KESIMPULAN .................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Gambut
Tanah gambut disebut
juga tanah Histosol (tanah organic) asal bahasa Yunani histories artinya
jaringan. Histosol sama halnya dengan tanah rawa, tanah organik dan
gambut.Histosol mempunyai kadar bahan organik sangat tinggi sampai kedalaman 80
cm (32 inches) kebanyakan adalah gambut (peat) yang tersusun atas sisa tanaman
yang sedikit banyak terdekomposisi dan menyimpan air.
Jenis tanah Histosol
merupakan tanah yang sangat kaya bahan organik keadaan kedalaman lebih dari 40
cm dari permukaan tanah. Umumnya tanah ini tergenang air dalam waktu lama
sedangkan didaerah yang ada drainase atau dikeringkan ketebalan bahan organik
akan mengalami penurunan (subsidence).
Bahan organik didalam
tanah dibagi 3 macam berdasarkan tingkat kematangan yaitu fibrik, hemik dan
saprik. Fibrik merupakan bahan organik yang tingkat kematangannya rendah sampai
paling rendah (mentah) dimana bahan aslinya berupa sisa-sisa tumbuhan masih
nampak jelas. Hemik mempunyai tingkat kematangan sedang sampai setengah matang,
sedangkan sapri tingkat kematangan lanjut.
Secara umum definisi
tanah gambut adalah: “Tanah yang jenuh air dan tersusun dari bahan tanah
organik, yaitu sisasisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan
ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi baru (Taksonomi tanah),
tanah gambut disebut sebagai Histosols (histos = jaringan ).”
Pada waktu lampau, kata yang umum
digunakan untuk menerangkan tanah gambut adalah tanah rawang atau tanah
merawang. Di wilayah yang memiliki empat musim, tanah gambut telah dikelompokan
dengan lebih rinci. Padanan yang mengacu kepada tanah gambut tersebut adalah
bog, fen, peatland atau moor.
1
BAB II
KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT
II.1. Faktor-faktor Pembentuk Tanah
Kebanyakan tanah terbentuk dari pelapukan
batuan dan mineral (kuarsa, feldspar, mika, hornblende, kalsit, dan
gipsum), meskipun ada yang berasal dari tumbuhan (gambut/peat; Histosol).
Tanah adalah material yang tidak padat
yang terletak di permukaan bumi, sebagai media untuk menumbuhkan tanaman
(SSSA, Glossary of Soil Science Term)
Jenny, H (1941) dalam buku Factors of
Soil Formation : tanah terbentuk dari interaksi banyak faktor, dan yang
terpenting adalah : bahan induk (parent material); iklim (climate), organisme
(organism)’; topografi (Relief); waktu (time).
Laju pelapukan tergantung pada : (1)
temperatur; (2) laju air perkolasi; (3) status oksidasi dari zona pelapukan;
(4) luas permukaan bahan induk yang terekspose; (5) jenis mineral.
Mineral adalah substansi inorganik yang
homogen dengan komposisi tertentu, dan mempunyai ciri fisik berupa ukuran,
warna, titik leleh, dan kekerasan. Mineral dapat digolongkan sebagai mineral
primer maupun mineral sekunder.
Tipe batuan ada 3 yaitu : (1) batuan beku
(igneous rock), (2) batuan sedimen (sedimentary rock), (3) batuan metamorfosis
(metamorphic rock
II.2.
Proses Pembentukan Tanah Gambut
Gambut terbentuk akibat proses dekomposisi
bahan-bahan organik tumbuhan yang terjadi secara anaerob dengan laju akumulasi
bahan organik lebih tinggi dibandingkan laju dekomposisinya. Akumulasi gambut
umumnya akan membentuk lahan gambut pada lingkungan jenuh atau tergenang air,
atau pada kondisi yang menyebabkan aktivitas mikroorganisme terhambat. Vegetasi
pembentuk gambut umumnya sangat adaptif pada lingkungan anaerob atau tergenang,
seperti bakau (mangrove), rumput-rumput rawa dan hutan air tawar.
2
Di daerah pantai dan dataran rendah,
akumulasi bahan organik akan membentuk gambut ombrogen di atas gambut topogen
dengan hamparan yang berbentuk kubah (dome). Gambut ombrogen terbentuk dari
vegetasi hutan yang berlangsung selama ribuan tahun dengan ketebalan hingga
puluhan meter. Gambut tersebut terbentuk dari vegetasi rawa yang sepenuhnya
tergantung pada input unsur hara dari air hujan dan bukan dari tanah mineral di
bawah atau dari rembesan air tanah, sehingga tanahnya menjadi miskin hara dan
bersifat masam.
Diemont (1986) merangkum pemikiran
Polak(1933), Andriesse(1974) dan Driessen(1978) tentang tahapan-tahapan
pembentukan gambut di Indonesia :
1) Permukaan
laut stabil (5000 tahun yang lalu)
2) Deposisi
sedimen pantai dengan cepat membentuk dataran pantai yang luas di pantai tilir
Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya, yang ditutupi oleh komunitas hutan
mangrove
3) Komunitas
mangrove menyebabkan daerah stabil yang mengakibatkan perluasan tanah, yang
akhirnya membentuk daerah mangrove dan lagoon yang mampu mengurangi kadar garam
serta meningkatkan daerah dengan air segar menyebabkan terjadinya hutan gambut
tropika atau danau berair segar
4) Danau
berair segar itu secara bertahap menampung BO yang dihasilkan oleh tumbuhan,
berkembang menjadi hutan gambut tropika yang dipengaruhi oleh air gambut(ground
water peat)sebagi gambut topogen
Tahap-tahap proses pembentukan endapan
gambut:
1) Asosiasi
marin (Rhizophora)
2) Asosiasi
payau (Avicennia)
3) Asosiasi
transisi (Conocarpus)
4) Asosiasi
klimaks (Tropical forest)
Kecepatan pembentukan lapisan gambut:
1) Proses
perkembangan tanah gambut adalah Paludiasi,yaitu penebalan lapisan bahan gambut
dalam lahan yang berdrainase jelek di bawah kondisi anaerob.
3
2) Kecepatan
pembentukan gambut tergantung iklim, vegetasi kemasaman, kondisi aerob dan
anaerob, aktivitas mikroorganisme.
3) Di pantai
dekat laut pengaruh kegaraman akan mempercepat pertumbuhan tanah gambut karena
proses dekomposisi BO terhambat akibat hanya mikroorganisme yang tahan
kegaraman saja yang aktif.
II.3. Sifat Fisik, Kimia dan Morfologi Gambut
Sifat tanah gambut berbeda dengan tanah
mineral lainnya dan untuk menanam/membuka lahan seperti ini memerlukan tindakan
pengelolaan khusus.
Sifat tanah gambut antara lain :Kandungan
bahan organic yang tinggi karena tanah berasal dari sisa tanaman mati dalam
keadaan penggenanangan permanent. Berat isi pada (bulk dencity) sangat rendah
sehingga dalam keadaan kering kosentrasinya sangat lepas kadar hara makro tidak
seimbang dengan kadar hara mikro yang sangat rendah. Daya menahan air sangat
besar dan jika mengalami kekeringan, tanah mengalami pengerutan (irreversible
shringkage). Jika dilakukan pembuangan air(drainase) permukaan tanah akan mengalami
penurunan(soil subsidence).
Sifat khusus Histosol tergantung pada
sifat vegetasi yang diendapkan di dalam air dan tingkat pembususkan. Di dalam
air yang relative dalam, sisa-sisa ganggang dan tumbuhan air lainnya
menimbulkan bahan koloid yang sangat mengerut bila kering.
Sementara danau secara berangsur-angsur
penuh, rumput, padi liar, lili air dan tumbuhan-tumbuhan ini yang sebagian
membusuk, berlendir dan bersifat koloid.
1. Tingkat dekomposisi :
1) Gambut kasar (Fibrist):gambut dengan BO kasar > 2/3 (sedikit
atau belum terkomposisi atau bahan asal masih terlihat asalnya)warna merah
lembayung (2,5 YR 3/2)-coklat kemerahan (5 YR 3/2).
2) Gambut sedang (HemistaktoBO kasar 1/3-2/3 coklat kemerahan (5 YR
3/2)-coklat tua (7,5 YR 3/2).
4
3) Gambut halus
(Saprist):BO kasar<1/3,>
2. Penurunan muka tanah : faktor penyebabnya:
1)
Drainase
2)
Kegiatan budidaya tanaman
3)
Tingkat kematangan gambut
4)
Umur reklainasi
5)
Ketebalan lapisan gambut
6)
Pembakaran waktu pembukaan lahan
Hasil penelitian kecepatan penurunan muka
tanah: fibrik>hemik>saprik
3. Kerapatan lindak (Bulk Density=BD)
- BD tanah gambut 0,05-0,2 g/cc
- BD tanah yang rendah akibatnya daya dukung tanah rendah akibatnya tanaman tahunan tumbuh condong atau tumbang
- Makin dalam BD tanah makin kecil
- Makin rendah kematangan gambut maka makin rendah nilai BD nya
4. Porositas dan distribusi ukuran pori
- ditentukan bahan penyusun dan tingkat dekomposisi
- makin matang gambut maka porositas makin rendah dan distribusi ukuran pori cukup merata
- gambut tidak matang sangat porous dan tidak merata
- porositas tanah dan distribusi ukuran pori pada gambut dari rerumputan dan semak jauh baik daripada gambut kayu-kayuan
5. Retesi air (daya menahan air)
- afinitas tinggi dalam meretensi air karena air bersifat dipolar dan molekul asam-asam organik sangat banyak, maka air dalam jumlah banyak akan berikatan dengan asam-asam organik bebas.
5
- Makin matang gambut maka retensi air makin tinggi
6. Daya hantar hidrolik (HC)
- Besarnya HC ditentukan oleh jenis gambut,tingkat kematangan, BD
- HC gambut serat-seratan lebih lambat dari gambut kayu-kayuan
- laju yang baik untuk pertanian <0,36>
- HC secara horisontal sangat cepat dan vertikal sangat lambat
- makin matang gambut HC makin lambat
7. Kering tak balik
- berkaitan dengan kemampuan gambut dalam menyimpan,memegang dan melepas air
- gambut yang mengalami kekeringan hebat akan berkurang kemampuannya dalam memegang air
- penyebab kering tak balik adalah akibat terbentuk selimut penahan air
- Pencegahan dengan mengatur tinggi permukaan air
1. Kemasaman (pH)
- pH 3-4,5
- Kemasaman disebabkan oleh asam-asam organik
- Kapasitas tanah sanggah tinggi yaitu kemampuan mepertahankan perubahan pH tinggi
- pH ideal untuk gambut 5-5,5
2. Kapasitas tukar kation (KTK)
- KTK tinggi 190-270 me/100 g
- KTK tinggi karena muatan negatif tergantung pH dari gugus karboksil gambut dangkal (4-5,1)>gambut dalam (3,1-3,9)
- Nilai KTK perlu dikoreksi oleh faktor dalam BD
6
- Nilai KB gambut rendah
- KB gambut pedalaman<>
- KB berhubungan dangan pH dan kesuburan tanah
- Tingkat kritik KB 30%
4. Asam-asam organik
- Bahan humat, asam-asam karboksil, asam fenolat
- makin dalam gambut % bahan humat turun
- bahan humat memberi nilai KTK tinggi(25-75 me/100g(Maas, 1997)
5. Komplek senyawa organik dengan kation
- adanya sifat BO yang dapat mengkhelat kation merupakan fenomena yang harus dimanfaatkan untuk mengendalikan sifat meracun dari asam organik meracun
- BO mampu mengkhelat 98%Cu,75% Zn, 84% Mn
6. Komplek organo-Liat
- BO dapat berikat dengan liat membentuk komplek organo liat melaui ikatan elektrostatik,hidrogen, dan koordinasi
- ikatan elektrostatik terjadi melalui proses pertukaran kation
- ikatan hidrogen terjadi bila atom H berfungsi sebagai sambungan penghubung
- ikatan koordinasi terjadi pada saat lignin organik menyumbangkan elektron pada ion logam dengan demikian ion logam sebagai jembatan
II.4. Kendala-kendala pada Histosol
untuk Usaha Pertanian
- Tingkat kematangan Gambut
- Tebal lapisan gambut
- Penurunan permukaan tanah
- Sifat mengkerut tidak baik
- Adanya lapisan pirit
- Kemasaman tanah yang tinggi
- Salinitas/intrusi air laut
- Jenuh air
- Daya hantar hidraulik horisontal besar tapi daya hantar vertikal kecil
- Daya dukung tanah rendah
7
Sifat Morfologi Tanah
Tanah jenis ini mempunyai ciri dan
sifat antara lain ketebalannya tidak lebih dari 0,5m, warnanya coklat kelam
sampai hitam, tekstur debu – lempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak
lekat - agak lekat, kandungan organik terlalu banyak yaitu lebih dari 30
% untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir,
umumnya bersifat asam (pH 4,0), dan kandungan unsur hara rendah. Sebagai bahan
koloid kuat yang mampu ikat air, mengandung mineral sesuai dengan 2%, BJ dan» 34,5% dan N » 5,5%, O » 58%, H »kategori termuda, kadar
C BV rendah
Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah
Histosol disebabkan oleh gugusan karboksil dan phenolik, dan juga mungkin gugus
fungsional yang lain. Gugusan – gugusan fungsional yang lain tersebut bertambah
seiring dengan bertambahnya dekomposisi bahan organik sehingga kapasitas tukar
kation meningkat hingga 200 cmol (+) /kg atau lebih tinggi. Muatan dalam bahan
organik ini adalah muatan tergantung pH, sehingga kapasitas tukar kation tanah
Histosol dapat berubah dari 10-20 cmol (+) /kg pada pH 3,7 menjadi lebih dari
100 cmol (+)/kg pada pH 7.
II.5. Pola Penyebaran Histosol di
Indonesia
Indonesia memiiiki lahan gambut yang
sangat luas, yaitu sekitar 21 juta hektar atau lebih dari 10% luas daratan
Indonesia. Lahan gambut di kedua negara tersebut
termasuk lahan gambuttemperate yang memiliki kandungan serta kharakteristik
yang berbeda dengan lahan gambut tropis. Meskipun semuanya sepakat bahwa
Indonesia memiliki lahan gambut tropis yang terluas, namun mengenai berapa luas
yang sebenarnya, para pakar ternyata berbeda pendapat. Hal tersebut nampaknya menjadi kelaziman, karena sebagaimana halnya dengan
tipe habitat lainnya, misalnya mangrove, penentuan luas tersebut seringkali
berbeda bergantung kepada parameter serta definisi yang dipakai untuk
menentukan luasan suatu tipe habitat tertentu.
Lahan gambut mempunyai penyebaran di lahan
rawa, yaitu lahan yang menempati posisi peralihan diantara daratan dan sistem
perairan. Lahan ini sepanjang tahun/selama waktu yang panjang dalam setahun
selalu jenuh air (water logged) atau tergenang air. Tanah gambut
terdapat di cekungan, depresi atau bagian-bagian terendah di pelimbahan dan
menyebar di dataran rendah sampai tinggi. Yang paling dominan dan sangat luas
adalah lahan gambut yang terdapat di lahan rawa di dataran rendah sepanjang
pantai. Lahan gambut sangat luas umumnya menempati menyebar diantara aliran
bawah sungai besar dekat muara, dimana gerakan naik turunnya air tanah
dipengaruhi pasang surut harian air laut.
8
BAB III
PEMANFAATAN GAMBUT
III.1. Kondisi Saat Ini
Indonesia memiiiki lahan gambut yang
sangat luas, yaitu sekitar 21 juta hektar atau lebih dari 10% luas daratan
Indonesia. Lahan gambut adalah merupakan salah satu sumber daya alam yang
sangat penting dan memainkan peranan penting dalam perekonomian negara,
diantaranya berupa ketersedian berbagai produk hutan berupa kayu maupun
non-kayu. Disamping itu, lahanb ambut juga memberikan berbagai jasa lingkungan
yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, diantaranya berupa pasokan air,
pengendalian banjir serta berbagai manfaat lainnya. Hutan rawa gambut juga
berperan sangat penting dalam hal penyimpanan karbon maupun sebagai pelabuhan
bagi keanekaragaman hayati yang penting dan unik.
Kondisi di lapangan menunjukan bahwa
banyak sekali masyarakat Indonesia yang sangat bergantung kepada nilai dan
fungsi yang dikandungoleh lahan gambut. Produk hutan rawa gambut dijadikan
sebagai sandaran utama kehidupan masyarakat, baik berupa kayu ataupun non-kayu,
seperti buah-buahan, rotan, tanaman obat, dan ikan. Sebagian lahan gambut yang
dangkal atau berdekatan dengan lahan mineral kemudian dijadikan sebagai wilayah
pertanian. Sayangnya, kegiatan pembangunan yang tidak terkendali acapkali
menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi lahan gambut, dan pada akhirnya
berimbas pula pada kehidupan masyarakat lokal yang hidupnya bergantung pada
keberadaan lahan gambut.
III.2. Pengelolaan Dan Pemanfaatan Lahan
Gambut
Berdasar sifat dari bahan gambut dan hasil
pembelajaran dalam pengelolaan lahan gambut, maka pengembangan lahan gambut
Indonesia ke depan dituntut menerapkan beberapa kunci pokok pengelolaan yang
meliputi aspek legal yang mendukung pengelolaan lahan gambut; penataan ruang
berdasarkan satuan sistem hidrologi gambut sebagai wilayah fungsional ekosistem
gambut; pengelolaan air; pendekatan pengembangan berdasarkan karakteristik
bahan tanah mineral di bawah lapisan gambut; peningkatan stabilitas dan
penurunan sifat toksik bahan gambut dan pengembangan tanaman yang sesuai dengan
karakteristik lahan.
9
Dari beberapa usaha yang telah dilakukan
untuk pemanfaatan lahan gambut dewasa ini dimanfaatkan untuk disversifikasi
dari lahan rawa. Pada awalnya pemanfaatan lahan rawa dtujukan untuk menunjang
usaha swasembada beras oleh karena ditujukan untuk hal tersebut maka pembukaan
lahan rawa selalu diupayakan pada lahan tanah mineral atau pada lahan gambut
dangkal (<1 meter). Perkembangan lebih lanjut menunjukan bahwa tanah rawa
tak terkendala semakin sedikit. Oleh karena itu pemanfaatan lahan rawa yang
tebal (> 1 meter) untuk budidaya non pangan. Salah satu bentuk diversifikasi
tersebut adalah pemanfaatan lahan rawa gambut untuk budidaya tanaman kelapa,
baik tanaman kelapa hibrida maupun tanaman sawit. Untuk mencapai keberhasilan
penanaman kelapa pada gambut, selain faktor pemupukan dan pembasmian serangga,
maka faktor pengaturan tata air juga sangat penting.
Kendala yang dihadapi dalam budidaya
sayuran di lahan gambut dangkal adalah :
kandungan Fe dan Al tertukar tinggi, pH tanah mencapai 3.1,
kandungan K, Ca, dan Mg sangat rendah
(Hilman et al., 2003).
Demikian beberapa usaha usaha yang
dilakuakan dalam pemanfaatan lahan gambut. Dan beberapa budidaya yang
diusahakan di lahan gambut.
III.3. Kiat Mengatasi Keasaman Tanah di Lahan Gambut
Lahan gambut pada umumnya memiliki kadar asam yg tinggi serta mengandung kadar logam yg cukup berat, ciri2nya antara lain tampak pada air tanah yaitu air berwarna keruh kecoklatan dan berendap karena mengandung pirit/ karat (kandungan logam). Dalam kadar yang tinggi air bisa terasa masam. Lahan yg demikian pada tanaman menimbulkan masalah:
1. Tanaman tidak tumbuh normal (kuntet)
2. Tanaman kelihatan tumbuh subur/ segar, namun tidak berbuah.
Bagaimana mengatasinya?
1. Tanah perlu dicangkul balik/ dibajak. Setelah itu biarkan selama satu minggu terkena sinar matahari.
2. Setelah 1 minggu taburi lahan dengan Dolomit, yaitu sejenis kapur, dapat diperoleh di toko2 pertanian. Perbandingannya adalah utk 1 ha lahan memerlukan 2 ton Dolomit. Setelah penaburan selesai biarkan selama setengah bulan utk waktu proses reaksi percampuran tsb, setelah itu lahan siap tanam.
10
BAB IV
KESIMPULAN
Tanah gambut (Histosol) sifatnya bermacam
macam tergantung dari jenis vegetasi yang menjadi tanah gambut tersebut. Tanah
– tanah gambut yang terlalu tebal ( lebih dari 1,5 – 2 m) umumnya tidak subur
karena vegetasi yang membusuk menjadi tanah gambut tersebut terdiri dari
vegetasi yang miskin unsur hara. Tanah gambut yang subur umumnya yang tebalnya
antara 30 – 100 cm. Tanah gambut mempunyai sifat dapat menyusut (subsidence)
kalau perbaikan drainase dilakukan sehingga permukaan tanah ini makin lama
makin menurun. Tanah gambut jugaa tidak boleh terlalu kering karena dapat
menjadi sulit menyerap air dan mudah terbakar. Kekurangan unsur mikro banyak
terjadi pada tanah gambut.
11
DAFTAR PUSTAKA
Muljana Wangsadipura, 2006. “Analisis
Hidraulik Aliran Bawah Permukaan Melalui Media
Gambut dengan Pendekatan Uji Model
Fisik di Laboratorium Studi Kasus: Lahan Perkebunan Kelapa di Guntung-Kateman,
Riau”, jurnal penelitian Infrastruktur dan Lingkungan Binaan
FTSP-ITB.
Muhammad Alwi dan Anna Hairani,2007.
“Chemical Characteristic of Shallow Peat and Its Potency for Red Pepper
and Tomato”. Jurnal penelitian.
M. Faujan Romadhoni, Ir. Rosmimi, MU,
Gulat M. E. Manurung SP, Mp.2009.”APLIKASI PEMBERIAN AMELIORAN FLY ASH
PADA LAHAN GAMBUT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays.
L).jurnal penelitian JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN, UNIVERSITAS RIAU
12