Tugas Individu : Laporan individu
Mata Kuliah : Biologi
Dasar
Dosen :
Murni, S.Pi.,M.Si
BIOLOGI EKOSISTEM MANGROVE
Oleh :
ABDUL HALIM AKBAR
105 940 714 12
JURUSAN BUDIDAYA
PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala Puji dan
syukur kehadirat Allah SWT karena dengan Rahmat, taufiq dan inayah-Nyalah, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Laporan ini untuk memenuhi salah satu syarat sebagai
akademik. Tak lupa pula Salam dan taslim senantiasa penulis panjatkan kepada
sang revolusioner yaitu Rasulullah Muhammad SAW, yang mana ia telah di utus
oleh Allah Swt Untuk membawa umatnya dari Alam yang penuh kegelapan Menuju Alam
yang Terang-benerang.
Kami
menyadari dalam menyusun laporan ini masi jauh dari kesempurnaan. baik bantuan
materi yang terkandung di dalamnya maupun teknis penuslisanya, olehnya itu
dengan segalah kerendahan hati kami menerima kritikan dan saran yang sipatnya membangun
dari teman-teman dan juga dosen yang mengajari dan membimbing kami. Akhirnya
kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, semoga kita semua dalam
dalam lindungan Allah SWT.
Wassalamu Alaikum wr.wb
Makassar, 10 Desember 2012
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuh dan
berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest
succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi
hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi
ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah
kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser. Suksesi dimulai dengan
terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat)
yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat
substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan
mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.
Tumbuhnya
hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang
dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah
dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove.
Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin
cepat. Hutan bakau pun semakin meluas. Pada saatnya bagian dalam hutan bakau
akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis
pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke bagian
ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona
yang baru di bagian belakang.
Di
wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai
ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu. Beberapa jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis
menggunakan daerah pantai, Mangrove sebagai tempat Berlindung dan asuhan (nursery ground).
Oleh karena adanya berbagai keunikan dari ekosistem
pantai, Mangrove serta banyaknya fungsinya di
dalam ekosistem maka dipandang perlu untuk melakukan pengamatan dan
identifikasi ekosistem pantai, Mangrove, khususnya di sekitar kabupaten maros.
1.2 Tujuan
Dan Kegunaan
Tujuan :
Praktek yang
dilaksanakan bertujuan untuk menambah informasi yang di dapat dari kampus
dengan cara langsung turun di lapangan mengecek dan menganalisis serta
melakukan wawancara kepada teknisi tentang Ekosistem mangrove yang bertempat di
laboratorium lapangan Universitas
Muhammadiah Makassar Di
desa nisombalia dusun kuri caddi Kabupaten
maros
Kegunaan:
Praktek yang
dilaksanakan berguna untuk memperdalam ilmu pengetahuan dengan langsung melihat
ke lapangan dan membuktikan tentang teori yang telah di pelajari dari kampus.
Dan di sisi lain yaitu sebagai bahan informasi dan petunjuk untuk memanfaatkan hutan mangrove
tersebut dengan baik, Agar hutan mangrove menjadi wilayah penyangga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hutan Mangrove Dan Ekosistem Mangrove
Indonesia merupakan negara
kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang
lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar, baik hayati
maupun nonhayati. Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara daratandan laut,
oleh karena itu wilayah ini dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di darat maupun
yang ada di laut. Wilayah demikian disebut sebagai ekoton, yaitu daerahtransisi
yang sangat tajam antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1983 dalam Kaswadji,
2001). Sebagai daerah transisi, ekoton dihuni oleh organisme yang berasal dari
kedua komunitas tersebut, yang secara berangsur-angsur menghilang dan diganti
oleh spesies lain yang merupakan ciri ekoton, dimana seringkali kelimpahannya
lebih besar dari dari komunitas yang mengapitnya.
Menurut
Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang
tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie,
Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,
Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda,
dan Conocarpus (Bengen, 2000).
Kata
mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu
komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan
yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua
sebagai individu spesies (Macnae, 1968 dalam Supriharyono, 2000). Supaya tidak
rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas
hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat
sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut Khazali
(1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena bakau
merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove.
B.
Ekosistem
Mangrove
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem
di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu
sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan
didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam
perairan asin/payau (Santoso, 2000).
Dalam suatu paparan mangrove di suatu
daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger,
1987 dalam Idawaty, 1999). Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti kekeringan, energi gelombang,kondisi pasang surut, sedimentasi,
mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967 dalam Idawaty, 1999).
Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies dan karakteristik
hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak
antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
Hutan ini
tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi
bahan organik. Baik di teluk-teluk yang
terlindung dari gempuran ombak, maupun di
sekitar muara sungai di mana air
melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya
pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang
tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut..
Gambar 1. Hutan Mangrove
Sebagai
wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum
adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat
bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik
ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di
atas tanah bergambut. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir
yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang
berdekatan dengan terumbu karang.
Hutan-hutan bakau menyebar luas di
bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa
di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan bakau Indonesia
antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove
yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan
Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).
Perkiraan
luas mangrove sangat beragam. FAO (1994) menyatakan bahwa luas hutan mangrove
diseluruh dunia sekitar 16.530.000 ha yang tersebar di Asia (7.441.000 ha),
Afrika ( 3.258.000 ha) dan Amerika (5,831.000 ha). Khusus di Indonesia yang
merupakan Negara tropis berbentuk kepulauan dengan garis pantai lebih dari 81.
000 km, hutan mangrovenya seluas 4,25 juta ha (FAO/UNDP, 1982).
Sedangkan menurut ( ISME ) berdasarkan citra landsat luas
mangrove didunia sekitar 18,1 juta ha. Jenis – jenis mangrove umumnya menyebar
di pantai yang terlindung dan dimuara – muara sungai, dengan komposisi jenis
yang berbeda – beda tergantung pada kondisi habutatnya. Berdasarkan berbagai
hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penyebaran jenis mangrove tersebut
berkaitan dengan salinitas, tipe pasang surut dan frekuensi penggenangan.
v Adaptasi terhadap kadar oksigen
Adaptasi terhadap kadar oksigen
rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas:
1) bertipe cakar ayam yang mempunyai
pneumatofora (misalnya : Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.)
untuk mengambil oksigen dari udara.
2)
bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya
Rhyzophora spp.).
C. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :
1) Memiliki sel-sel khusus dalam daun
yang berfungsi untuk menyimpan garam
2) Berdaun kuat dan tebal yang banyak
mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam.
3) Daunnya memiliki struktur stomata
khusus untuk mengurangi penguapan.
BAB III
METODE
PRAKTEK
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek ini di lakasanakan pada hari Sabtu tanggal 1 Desember
2012, Pukul 10.00 – Selesai. yang dilaksanakan di Lapangan Tambak Universitas Muhammadiyah Makassar yang
bertempat Di Desa Nisombalia Dusun Kuri Caddi Kabupaten Maros, Provinsi
Sulawesi Selatan.
3.2 Pengumpulan Data
Metode praktek yang dilakukan selama paktek lapang yaitu Pengamatan
Secara langsung di lapangan untuk memperoleh data dengan teknik yang diterapkan untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih banyak tentang Manfaat dan keberadaan organisme yang
berada di sekitar lingkungan Hutan
Mangrov.
3.3 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
kegiatan Praktikum yaitu:
1. Alat tulis
2. Kamera digital untuk mengambil
gambar
BAB
1V
HASIL
DAN PENBAHASAN
A.
Fungsi
Dan Manfaat Hutan Bakau
1) Manfaat / Fungsi Fisik :
a. Menjaga agar garis pantai tetap
stabil
b. Melindungi pantai dan sungai dari
bahaya erosi dan abrasi.
c. Menahan badai/angin kencang dari
laut .
d. Menahan hasil proses penimbunan
lumpur, sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru.
e. Menjadi wilayah penyangga, serta
berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang tawar.
f. Mengolah limbah beracun, penghasil
O2 dan penyerap CO2.
2) Manfaat / Fungsi Biologis :
a. Menghasilkan bahan pelapukan yang
menjadi sumber makanan penting bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan
rantai makanan.
b. Tempat memijah dan berkembang
biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang.
c. Tempat berlindung, bersarang dan
berkembang biak dari burung dan satwa lain.
d. Sumber plasma nutfah & sumber
genetik.
e. Merupakan habitat alami bagi
berbagai jenis biota.
3) Manfaat / Fungsi Ekonomis :
a. Penghasil kayu : bakar, arang, bahan
bangunan.
b. Penghasil bahan baku industri :
pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, kosmetik, dll
c. Penghasil bibit ikan, nener, kerang,
kepiting, bandeng melalui pola tambak silvofishery
d. Tempat wisata, penelitian &
pendidikan.
B.
Kekayaan flora
Beraneka
jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota
dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni
jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan mangrove dan
jarang tumbuh di luarnya. Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan
tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya
jenis di lingkungan Samudera Hindia dan Pasifik. Total
jenis keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan,
adalah 202 spesies (Noor dkk, 1999).
C. Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Kerusakan Rawa Bakau (Mangrove)
Aktivitas manusia terhadap ekosistem
hutan mangrove beserta dampak yang ditimbulkan.kegiatan dampak
potensial tebang habis
1. Tebang Pilih
Dampak potensial yang ditimbulkan
yaitu :
Berubahnya komposisi tumbuhan, pohon-pohon mangrove akan
digantikan olehspesies-spesies yang nilai ekonominya rendah dan hutan mangrove
yang ditebang ini tidak lagiberfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding
ground) dan daerah pengasuhan (nurseryground) yang optimal bagi bermacam ikan
dan udang stadium muda yang penting secara ekonomi.
2. Pengalihanaliran
air tawar,misalnya pada pembangunan irigasi
Dampak potensial yang ditimbulkan
yaitu :
Ø Menurunnya tingkat kesuburan hutan
mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran airtawar
berkurang.Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi.
Ø Peningkatan salinitas hutan(rawa)
mangrove menyebabkan dominasi dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap
airyang menjadi lebih asin; ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil
mungkin tidak dapatmentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih
sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Ø Menurunnya tingkat kesuburan hutan
mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar
berkurang.Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan.
3. Konversimenjadi
lahan pertanian,perikanan
Dampak potensial yang ditimbulkan :
Ø Mengancam regenerasi stok-stok ikan
dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan (rawa) mangrove
sebagai nursery ground larvaatau stadium muda ikan dan udang.
Ø Pencemaran laut oleh bahan-bahan
pencemar yang sebelum hutan mangrove dikonversi dapatdiikat oleh substrat
mangrove.
Ø Pendangkalan perairan pantai karena
pengendapan sedimen yang sebelum hutan mangrovedikonversi mengendap di hutan
mangrove.
Ø Intrusi garam melalui
saluran-saluran alam yang bertahankan keberadaannya atau melaluisaluran-saluran
buatan manusia yang bermuara di laut.
Ø Erosi garis pantai yang sebelumnya
ada mangrove.
4. Pembuangan sampah cair (Sewage)
Dampak potensial yang ditimbulkan :
Ø Penurunan kandungan oksigen terlarut
dalam air, bahkan dapat terjadi keadaan anoksik dalam air sehingga bahan
organik yang terdapat dalam sampahcair mengalami dekomposisi anaerobik yang
antara lain menghasilkan hidrogen sulfida (H2S)dan aminia (NH3) yang keduanya
merupakan racun bagi organisme hewani dalam air.
5. Pembuangan sampah padat
Dampak potensial yang ditimbulkan :
Ø Kemungkinan
terlapisnya pneumatofora dengan sampah padat yangakan mengakibatkan kematian
pohon-pohon mangrove.
Ø Perembesan
bahan-bahan pencemar dalam sampah padat yangkemudian larut dalam air ke
perairan di sekitar pembuangan sampah
6. Penambangan ekstraksi mineral
Dampak yang ditimbulkan :
Ø Kematian
pohon-pohon mangrove akibat terlapisnya pneumatoforaoleh lapisan minyak.
Ø Kerusakan
total di lokasi penambangan dan ekstraksi mineral yang dapat mengakibatkan :
musnahnya daerah asuhan (nursery ground) bagi larva dan bentuk-bentuk juvenil
ikan dan udang yang bernilai ekonomi penting di lepas pantai, dan dengan
demikian mengancam regenerasi ikan danudang tersebut.
Ø Pengendapan
sedimen yang berlebihan dapat mengakibatkan :− − Terlapisnya pneumatofora oleh
sedimen yang pada akhirnyadapat mematikan pohon mangrove.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ekosistem hutan bakau bersifat khas,
baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya
yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut.
Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan
jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati
proses adaptasi dan evolusi.
Di bagian
timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul,
hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama
di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove
di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau
Indonesia.
v Lingkungan
fisik dan zonasi
Jenis-jenis
tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan
fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu.
Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah:
v Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa
sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur
dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini
sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas
tanah bergambut. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang
tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan
dengan terumbu karang.
v Terpaan
ombak
Bagian luar
atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus
mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti
bagian dalamnya yang lebih tenang. Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan
yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi
sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di
bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu
perisai alam yang menahan laju ombak besar.
v Manfaat
Ekosistem Hutan Mangrove
Sebagaiman
telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, ekosistem hutan mangrove bermanfaat
secara ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis dan ekonomis hutan mangrove
adalah (Santoso dan H.W. Arifin, 1998) :
1.
Fungsi ekologis :
ü Pelindung
garis pantai dari abrasi,
ü Mempercepat
perluasan pantai melalui pengendapan,
ü Mencegah
intrusi air laut ke daratan,
ü Tempat
berpijah aneka biota laut,
ü tempat
berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga,
ü Sebagai
pengatur iklim mikro.
2.
Fungsi Ekonomis :
ü Penghasil
keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan,
obat-obatan.
ü Penghasil
keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit,
pewarna
ü
Kayu bakau memiliki kegunaan yang
baik sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan
terutama sebagai bahan pembuat arang. Kulit kayu
menghasilkan tanin yang
digunakan sebagai bahan penyamak.
ü
Kegunaan dari hutan bakau yang
paling besar adalah sebagai penyeimbang ekologis dan sumber (langsung atau
tidak langsung) pendapatan masyarakat pesisir, di mana peran pemerintah untuk
pengaturannya masih sangat minim.
ü Penghasil
bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur burung, DLL.
Saran
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
selama mengikuti kegiatan Praktek berlangsung yang dapat saya berikan untuk praktikum ini adalah Jangan
sembarangan Menebang pohon bakau. Karena pohon bakau sangat berperan penting
dalam kehidupan manusia di bumi ini, Selain itu juga pohon bakau sangat
mendukung kelangsungan hidup oraganisme yang berada di sekitarnya. Dan parktikum mendatang harus
dilakukan dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
IUCN - The Word Conservation Union. 1993. Oil and Gas Exploration and
Production in Mangrove Areas. IUCN. Gland, Switzerland.
Kaswadji, R. 2001. Keterkaitan Ekosistem Di Dalam Wilayah Pesisir.
Sebagianbahan Kuliah SPL.727 (Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut). Fakultas Perikanan
dan Kelautan IPB. Bogor, Indonesia.
Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah
disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem
Laut Tahun2000. Jakarta, Indonesia.
Khazali, M. 1999. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat.
Wetland International – Indonesia Programme. Bogor, Indonesia.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih
bahasa oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.
http://sig-kehutanan.blogspot.com
http://ekologi-hutan.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar