II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
Plankton
Plankton adalah mikroorganisme yang hidup melayang dalam
air, dimana kemampuan renagnya terbatas, menyebabkan mikroorganisme tersebut
mudah hanyut oleh gerakan atau arus air (Bougius, 1976). Plankton sebagai
organisme yang tidak dapat menyebar melawan pergerakan massa air, yang meliputi
fitoplankton (plankton nabati), zooplankton (plankton hewani) dan
bakterioplankton (bakteri).
Menurut Nyabakken (1992), plankton adalah
kelompok-kelompok organisme yang hanyut bebas dalam laut dan daya renangnya
sangat lemah. Kemampuan berenang organism-organisme planktonik demikian lemah
sehingga mereka sama sekali dikuasai oleh gerakan air, hal ini berbeda dengan
hewan laut lainnya yang demikian gerakan dan daya renangnya cukup kuat untuk
melawan arus laut. Plankton adalah suatu organism yang terpenting dalam
ekosistem laut, kemudian dikatakan bahwa plankton merupakan salah satu
organisme yang berukuran kecil dimana hidupnya terombang-ambing oleh arus
perairan laut (Hutabarat dan Evans, 1988)
Klasifikasi Plankton
Berdasarkan Ukuran
Menurut ukurannya, plankton dibagi ke dalam beberapa
kelompok, yaitu makroplankton (lebih besar dari 1 mm), mikroplankton (0,06 mm –
1 mm) dan nanoplankton (kurang dari 0,06mm) meliputi berbagi jenis
fitoplankton. Diperkirakan 70% dari semua fitoplankton di laut terdiri
nanoplankton dan inilah yang memungkinkan terdapatnya zooplankton sebagai
konsumer primer (Sachlan, 1972).
Berdasarkan siklus
hidupnya
Berdasarkan siklus hidupnya, plankton terbagi dalam dua
golongan yaitu holoplankton yang merupakan organisme akuatik dimana seluruh
hidupnya bersifat sebagai plankton, golongan yang kedua yaitu meroplankton yang
hanya sebahagiaan dari daur hidupnya bersifat plankton (Bougis, 1976;
Nyabakken, 1992). Berdasarkan keadaan biologis
Berdasarkan keadaan biologisnya, Newel (1963)
menggolongkan plankton sebagai berikut : (a) Fitoplankton yang merupakan
tumbuhan renik, (b) Zooplankton yang merupakan hewan-hewan yang umumnya renik.
Selanjutnya pembagian kelas fitoplankton menurut Arinardi et al (1997) yaitu :
a.
Bacillariophyceae
(Diatom)
Ganggan
ini juga disebut golden-brown algae
karena kandungan pigmen warna kuning lebih banyak dari pada pigmen warna hijau
sehingga perairan yang padat diatomnya akan terlihat agak coklat muda. Diatom
merupakan anggota fitoplankton terbanyak di laut, terutama di laut terbuka dan
ukurannya berkisar 0,01 – 1,00 mm. bentuk diatom dapat berupa sel tunggal atau
rangkaian sel yang panjang. Setiap sel dilindunggi oleh dinding dan menyerupai
kotak.
Perkembang
biakan dilakukan dengan pembelaan sel sederhana (binari sel division). Pembelahaan ini menyebabkan sebahagian sel
mengecil dan setelah beberapa kali membelah, sel akan mencapai ukuran minimum.
Apabila kedua sel kecil itu bertemu, mereka akan membuang sebahagiaan
dindingnya dan membentuk auxospora
sehingga sel akan berbentuk normal kembali. Jenis diatom yang umum dijumpai
antara lain Chaetoceros sp, Rhizosolenia sp, Thalassiothrix sp, Bacteriastrum
sp sedangkan pada daerah perairan pantai dan mulut sungai jenis yang biasanya
banyak yakni Skeletonema sp dan Coscinodiscus sp.
b.
Chlorophyceae
Ganggan
ini berwana hijau biasa atau hijau carah umumnya terdapat di daerah eustuaria
atau perairan tertutup dan sangat sedikit di laut terbuka. Chlorophyceae
biasanya melimpah di perairan yang relatif tenang seperti danau dan tambak.
Jenisnya adan yang berflagella dan ada yang tidak, umumnya berukuran nano atau
ultraplankton, contohnya Chlorella yang
berdiameter 0,005 mm.
c.
Cyanophyceae
Ganggan
hijau-biru ini umumnya terdapat di perairan pantai dan perairan payau. Salah
satu jenis yang dapat hidup di perairan miskin akan zat hara seperti perairan
Laut Jawa dan Samudra Hindia adalah Trichoesmium.
Ganggang ini bersel tunggal dengan ukuran hamya 0,001m, tersebar luas dan cukup
banyak serta diduga merupakan makanan zooplankton kecil. Selnya yang lunak,
kaya akan pigmen phycoerytrin
sehingga berwarna kemerahan.
d.
Dinophyceae
Plankton
ini cukup unik karena mempunyai sifat timbuhan dan sifat hewan. Sifat tumbuhan
`dinoflagellata terlihat dengan cara menyerap zat hara serta membentuk
makanannya sendiri sehingga digolongkan dalam kelompok ganggang, tetapi di sisi
lain ia dapat memangsa biota lainnya. Dinoflagellata memperbanyak diri dengan
pembelahan biasa. Reproduksi secara seksual juga terjadi pada beberapa jenis
dinoflagellata. Genera yang umum di jumpai di laut, antara lain : Noctiluca, Ceratium, Peridium, dan Dinophysis.
Struktur Komunitas dan Kelimpahan
Penyebaran plankton tidak merata dalam suatu perairan
karena di pengaruhi faktor, baik kimia maupun fisika, antara lain intensitas
cahaya matahari, salinitas, suhu (Arinandi, 1997). Sedangkan menurut Welch
(1948) bahwa ketidak ragaman penyebaran plankton secara horizontal tidak dapat
terjadi di daerah yang luas tetapi juga pada danau-danau kecil, laut dan
tambak. Penyebaran ini dipengaruhi oleh faktor fisis seperti aliran air, arus,
kedalam dan proses “up welling” yang
menyebabkan berfariasinya nitrat dan juga menyebabkan terjadinya percampuran
massa air (Davis, 1955).
Menurut Sachlan (1972), penyebaran plankton dalam
perairan dipengaruhi oleh sifat fototaksis. Fitoplankton bersifat fototaksis
positif, dan zooplankton bersifat fototaksis negatif.
Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman atau “Diversity Indekx” di artikan
sebagai suatu gambaran secara matematik tentang jumlah spesies suatu organisme
dalam populasi. Indeks keanekaragaman akan mempermudah dalam menganalisi
informasi-informasi mengenai jumlah individu dan jumlah spesies suatu
organisme. Suatu cara yang paling sederhana untuk menyatakan indeks keanekaragaman yaitu dengan menetukan
prosentase komposisi dari spesies di dalam sampel. Semakin banyak spesies yang
terdapat dalam suatu sampel, semakin besar keanekaragaman, meskipun harga ini
juga sangat tergantung dari jumlah total individu masing-masing spesies
(Kaswadji, 1976).
Indeks keanekaragaman dapat dijadikan petunjuk seberapa
besar tingkat pencemaran suatu perairan. Dasar penilaian kualitas air
berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dapat dilihat dalam Tabel 1
Tabel
1. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Shannon- Wiever (Wardoyo, 1974).
Nilai Indeks
|
Kualitas Air
|
3,0 - 4,5
2,0 - 3,0
1,0 - 2,0
0,0 - 1,0
|
Tercemar sangat ringan
Tercemar ringan
Tercemat sedang
Tercemar berat
|
Indeks
Keseragaman
Dalam suatu komunitas, kemerataan individu tiap spesies
dapat diketahui dengan menghitung indeks keseragaman. Indeks keseragaman ini
merupakan suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya antara 0 – 1, semakin
kecil nilai indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman suatu populasi,
berarti penyebaran jumlah individu tiap spesies tidak sama dan kecenderungan
bahwa suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar
nilai indeks keseagaman, maka populasi menunjukan keseragaman, yang berarti
bahwa jumlah individu tiap spesies boleh dikatakan sama atau merata (Pasengo,
1995).
Indeks Dominansi
Dominansi jenis fitoplankton dapat diketahui dengan
menghitung Indeks Dominansi (C). Nilai indeks dominansi mendekati satu jika
suatu komunitas didominansi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika tidak ada jenis yang dominan, maka
nilai indeks dominansinya mendekati nol (Odum, 1971).
Parameter Lingkungan
Kehidupan organism dalam air yang sangat tergantung pada
kualitas air setempat, sehingga baik tumbuhan maupun hewan yang termasuk dalam
ekosistem perairan secara langsung maupun tidak langsung dapat dipengaruhi oleh
faktor fisika dan kimia airnya (Odum, 1971).
Faktor abiotik seperti cahaya, suhu, kecerahan, salinitas
dan ketersediaan unsure-unsur hara sangat menentukan kelimpahan plankton
sebagai salah satu komponen abiotik di dalam perairan (Welch, 1952).
Arus
Arus adalah gerakan massa air permukaan yang ditimbulkan
terutama oleh pengaruh angin. Arus dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lain seperti grafitasi bumi, keadaan dasar, distribusi pantai dan gerak rotasi
bumi terutama arus-arus yang skala salinitasnya besar seperti arus-arus laut
bebas (Nyabakken, 1992). Akibat yang paling menguntungkan dari adanya arus
ialah adanya kemungkinan transport bahan-bahan makanan dari satu daerah ke
daerah lain. Tetapi adapula kemungkinan bahwa bahan-bahan pencemar terangkut ke
daerah yang lebih luas. Arus membantu menyebarkan organisme, terutama
organisme-organisme planktonik. Arus juga menyebarkan telur dan larva sebgai
hewan akiatik sehingga dapat mengurangi persaingan makanan dengan induk mereka
(Koesoebiono, 1981). Selanjutnya oleh
Wickstead (1965), dikatakan arus sangat penting artinya bagi sebaran plankton
di laut. Arus permukaan maupun arus dasar perairan menyebabkan plankton dapat
tersebar tidak merata dalam volume air laut.
Menurut Mason (1981), berdasarkan kecepatan arusnya maka
perairan dapat dikelompokan menjadi berarus sangat cepat (> 100 cm/detik),
cepat (50-100 cm/detik), sedang (25-50 cm/detik), lambat (10-25 cm/detik) dan
sangat lambat (< 10 cm/detik).
Suhu (oC)
Suhu merupakan parameter yang penting dalam lingkungan
laut dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan
laut. Menurut Hutabarat dan Evans (1988), suhu adalah salah satu faktor yang
amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik
aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan organisme tersebut. Selanjutnya
Odum (1971) menyatakan bahwa suhu air mempunyai peran penting dalam kecepatan
laju metabolisme dan respirasi biota air, sehingga kebutuhan akan oksigen
terlarut juga meninggkat. Menurut Wardoyo (1974), makin tinggi suhu, kadar
garam dan tekanan persial gas-gas yang terlarut dalam air maka kelarutan
oksigen dalam air berkurang. Pengaruh suhu pada plankton larva tidak seragam di
seluruh perairan dan terhadap masing-masing kelompok atau populasi. Pada telur
yang sedang berkembang dan larva dari hewan laut, toleransi terhadap suhu air
laut cenderung bertambah ketika mereka menjadi lebih tua. Dalam perubahan suhu
tersebut, pertumbuhan larva dipercepat oleh suhu yang tinggi (Romimoharto dan
Juwana, 1998).
Menurut Ray dan Rao (1964), secara umum suhu optimal bagi
perkembangan plankton adalah 20 oC – 30 oC. selanjutnya
Shetty et.al (1963) mengatakan bahwa
setiap organisme hidup mempunyai batas toleransi terhadap suhu disekitarnya.
Salinitas
Salinitas adalah garan-garam yang terlarut dalam satu kilogram
air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu (Nyabakken, 1992). Selanjutnya
dinyatakan bahwa dalam air laut terlarut macam-macam garam terlarut NaCl,
selain itu terdapat pulagaram-garam magnesium, kalium dan sebagainya (Nontji,
1987). Kandungan garam di laut tidak sama di berbagi tempat. Sebaran salinitas
di laut dipengaruhi oleh berbagi faktor seperti pola siklus air, penguapan,
curah hujan, dan aliran sungai.
Friendrich (1969) mengemukakan bahwa Cepepoda mampu hidup
pada kisaran salinitas tertentu bahkan pada kondisi anaerop untuk cepepoda
pelagis. Acartia Longiremis hidup pada kisaran salinitas 6 – 35 o /oo, Centropages hamatus hidup pada kisaran
13 – 23 o /oo Paracalanus parvus pada kisaran 19 - 34 o /oo. dan
Acrocalanus gibber dapat menyesuaikan diri pada kisaran salinitas 32 – 35 o
/oo.
Salinitas mempunyai peran yang sangat penting dalam
kehidupan organisme, misalnya dalam hal disteribusi biota laut akuatik.
Salinitas merupakan parameter yang berperan dalam lingkungan ekologi laut.
Beberapa organisme ada nyang tahan terhadap perubahan salinitas yang besar, ada
pula yang tahan terhadap salinitas yang kecil (Nyabakken, 1992).
Menurut Sachan (1972), pada salinitas 0 -10 o /oo hidup plankton air tawar, pada
salinitas 10 – 20 o /oo hidup plankton air tawar dan
laut, sedangkan pada salinitas yang lebih besar dari 20 o /oo hidup palankton air laut.
Derajat Keasaman (pH)
Nilai
pH merupakan hasil pengukuran kosentrasi ion hidrogen dalam larutan dan
menunjukan keseimbangan antara asam dan basa air. Adanya karbonat hidrogen dan
bikarbonat akan meningkatkan keasaman (Saeni, 1989).
Boyd dan Linchtkoper (1979) menyatakan bahwa pH air
sangat dipengaruhi oleh karbondioksida sebagai substansi asam. Fitoplankton dan
vegetasi alam lainnya mempengaruhi kosentrasi karbondioksida dalam air selama
proses fotosintesis sehingga pH air akan turun pada malam hari.
Nilai pH suatu perairan adalah salah satu parameter yang
cukup penting dalam memantau kualitas air. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain aktifitas biologis misalanya fitosintesis dan respirasi
organisme (Pescod, 1973). Menurup Omoro dan Ikeda (1984) menyatakan bahwa pH
air laut dianggap sebagai salah satu foktor utama yang membatasi laju
pertumbuhan plankton dan nilainya berkisar antara 7,0 – 8,5. Suatu perairan
dengan pH 5,5 – 6,5 dan pH yang lebih besar dari 8,5 termasuk perairan yang
tidak produktif dan perairan dengan pH antara 7,5 – 8,5 mempunyai produksi yang
sangat tinggi (Kaswadji, 1976).
Oksigen Terlarut
Oksigen
adalah suatu zat yang sangat esensial bagi pernapasan dan merupakan suatu
komponen yang utama bagi metabolisme ikan dan organisme lainnya. Oksigen di
perairan bersumber dari difusi udara, fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan
air lainnya, air hujan dan aliran permukaan yang masuk, sehingga tinggi
rendahnya kadar oksigen dalam air banyak tergantung pada kondisi gelombang,
suhu, salinitas, tekanan parsial gas-gas yang ada di udara maupun di air,
kedalam serta potensial biotik perairan. Makin tinggi suhu, salinitas, dan
tekanan parsial gas-gas terlarut di dalam air, maka kelarutan oksigen dalam air
makin berkurang (Odum, 1971).
Menurut Hutagalung dkk (1997), adanya kenaikan suhu air,
respirasi (khususnya malam hari), lapisan minyak di atas permukaan laut dan
masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut dapat menurunkan
kadar oksigen dalam air laut.
Oksigen dibutuhkan oleh semua organisme, termasuk
plankton. Pada siang hari proses fotosintesis akan menghasilkan gelembung oksigen
yang akan dimanfaatkan oleh organisme laut termasuk zooplankton. Pengurangan
oksigen dala air dapat mempengaruhi kecepatan tumbun dan menyebabkan kematian.
Menurut Pescod (1976) kelarutan oksigen 2 ppm sudah cukup untuk mendukung
kehidupan biotik akuatik, selama perairan tersebut tidak mengandung bahan
toksik.
Kekeruhan
Kekeruhan adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam air
yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi yanmg terkandung dalan
air (Wardoyo, 1974). Selanjutnya dikatakan bahwa warna air umumnya disebabkan
oleh senyawa-senyawa organisme nabati seperti tanin, asam humus, gambut,
plankton dan tamanan air. Kekeruhan air umumnya memiliki sifat-sifat yang
berlawana dengan kecerahan air. Kekeruhan merupakan sifat optik dari suatu larutan
yaitu hamburan dan absorbsi cahaya yang melaluinya dan tidak dapat dihubungkan
secara langsung antara kekeruhan dengan kadar semua zat suspensi karena
tergantung juga kepada ukuran dan bentuk butir (Alaerts dan Santika, 1987).
Boyd (1979) menyatakan kekeruhan dapat disebabkan oleh
suspensi partikel, yang secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi
organisme perairan. Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan organisme
yang menyesuaikan diri pada air yang jernih menjadi terhambat dan dapat pula
menyebabkan kematian karena menggangu pernafasan (Michael, 1994).
Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya
sistem osmoregulasi misalanya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik
termasuk zooplankton, sehingga dapat mempengaruhi perkembangbiakan plankton
larva dan dapat mengakibatkan kematian (Effendi, 1997). Menurut Baka (1996)
bahwa kekeruhan perairan yang kurang dari 5 NTU tergolong perairan yang jernih.