I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki
wilayah laut yang luas yang meliputi 5,8 juta km2 sehingga memiliki sumberdaya
laut yang melimpah dan merupakan sumberdaya yang bergizi tinggi karena kaya
akan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia serta menjadi
tumpuan kekuatan ekonomi nasional di masa yang akan datang. Udang merupakan
salah satu sumberdaya perikanan yang selain mengandung zat-zat gizi yang tinggi
bagi tubuh, juga merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai jual yang
tinggi baik di pasar domestik maupun mancanegara (Anonim, 2012).
Diketahui berdasarkan Depdag (2009) bahwa
realisasi ekspor / devisa yang dihasilkan udang Indonesia pada tahun 2006
sebesar US$ 943.998.000, pada tahun 2007 sebesar US$ 791.854.000 dan meningkat
menjadi 1.055.805.000 sampai akhir bulan Agustus 2008. Nilai ekspor turun dari
US$ 1 miliar pada Januari–Agustus 2008 menjadi hanya US$ 314 juta di 2009.
"Harga merosot karena permintaannya juga melorot akibat AS mengurangi
konsumsi udang. Pada tahun 2011 ekspor udang mencapai 152,053 ton atau mengalami kenaikan dibanding 2010 yang
hanya mencapai 145,092 ton. Namun, jumlah itu turun drastis jika dibandingkan
dengan tahun 2007 yang mencapai 169,329 ton (Murtidjo, 2003)
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Air Payau ini memilki fungsi Pelaksanaan riset strategis perikanan budidaya air
payau di bidang biologi, patologi, toksikologi, ekologi, genetika, reproduksi,
dan bioteknologi, serta nutrisi dan teknologi pakan, untuk pengembangan
produksi, lingkungan dan analisis komoditi dan Pengembangan teknologi dan kerja
sama riset budidaya perikanan air payau serta Pemberdayaan prasarana dan sarana
riset perikanan budidaya air payau. Di balai penelitian sudah di lengkapi
dengan fasilitas yang cukup memadai seperti LAB, Mess, Perpustakan dan jaringan
internet serta memiliki kerja sama antara BRPBAP dengan Australian Centre for
International Agricultural Research (ACIAR).
Proyek kerja sama ini dimulai 1 Juli 2005. Launching (pengenalan) proyek baru
dilaksanakan pada 24 November 2005 di
Jakarta untuk tingkat nasional dan 25
November 2005 di Makassar untuk tingkat
lokal (Anonim, 2012).
Tahun 2000 tambak di BRPBAP tercatat seluas
53.423 ha atau 15% dari luas tambak di tanah air (BPS, 2002). Sementara itu di
BRPBAP pusat tambak yang terletak di
Kabupaten Takalar dengan luas tambak masing-masing 38,44% dan 32,17% dari luas
tambak Sulawesi Selatan (Dinas Statistik Propinsi Sulawesi Selatan, 2003).
Selama sepuluh tahun terakhir (1990-2003) pertumbuhan luas tambak maupun
produksinya memiliki trend yang positif. Dari tahun 1990-2000 luas tambak
tumbuh 2,97% rata-rata per tahun sedangkan pertumbuhan produksi tambak 3,16%.
Sementara itu produktivitas tambak berfluktuasi dari tahun ke tahun tetapi
berkisar pada angka 700-800 kg per ha.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
yang dapat di ambil dari Praktek Kerja Lapangan ini, yakni :
1. Apa persiapan yang
dilakukan sebelum pelaksanaan panen?
2. Bagaimana proses
pelaksanaan panen itu?
3. Bagaimana penanganan pasca
panen ?
II
PEMBAHASAN
2.1. Deskripsi
Udang Windu
Udang windu masih merupakan
komoditas utama dalam usaha budidaya tambak. Terlepas dari berbagai
permasalahan dalam usaha budidaya yaitu adanya kegagalan dalam pembesaran di
tambak , hingga saat ini komoditas udang windu masih merupakan pilihan utama
untuk di budidayakan oleh petambak terutama petambak sederhana. Hal in i
dikarenakan udang windu mempunyai harga pasar yang baik dan relatif stabil.
Secara ekonomis keberhasilan panen udang windu ukuran konsumsi memberikan
keuntugan yang tertnggi per satuan waktu di bandingkan komoditas ikan lainya.
Sehingga banyak petambak sederhana walaupun dengan kemampuan teknis budidaya
udang windu sangat terbatas namun terus melakukan penebaran benih udang.
Areal tambak dengan panjang garis pantai yang lebih
dari 81.000 KM menyimpan potensi besar bagi usaha budidaya tambak udang.
Sebagian besar areal tambak tersebut lebih dari 80 % masih dikelola secara
tradisional dengan teknologi secara turun-temurun. Hal ini berkaitan dengan
permodalan petambak dan keengganan mengendalikan beberapa faktor penyebab
kegagalan budidaya udang sekaligus. Munculnya permasalahn lingkungan
budidaya,serta penerapan teknologi yang sudah tidak sesuai, menyebabkan
tingginya peluang kegagalan.
2.1.1.
Aspek Produksi
Berdasarkan
identifikasi permasalan budidaya udang windu , terdapat sedikitnya tiga faktor
penyebab gagal berproduksi antara lain : kualitas benih yang rendah dan
terinfeksi virus white spot (WSSV); lingkungan tempat budidaya yang
terkontaminasi dan fluktuasi lingkungan dalam tambak yang ekstrim akibat
eutrifikasi. Permasalahan ini terjadi pada semua tingkatan teknologi pembesaran
mulai dari teknologi tradisional hingga intensif. Permasalahn lain yang dapat
memperparah kegagalan adalah sistem tata guna air yang buruk antar petambak
sehingga memudahkan terkontaminasi dan infeksi pada petakan tambak
dalam satu kawasan.
Permintaan negara
konsumen udang saat ini sangat menekankan keamanan pangan (food safety),
sehingga mengharuskan produksi udang bebas dari bahan-bahan yang berbahaya
seperti antibiotik, pestisida dan bahan berbahaya lainya. Oleh karena itu perlu
disusun petunjuk petunjuk teknis budidaya udang yang mampu memperkecil resiko
kegagalan,ramah lingkungan dan keamanan pangan dari hasil produksi.
Faktor penghambat dan
pendukug tercapainya sasaran produksi perikanan produksi
Beberapa aspek yang
menyebabkan hasil budidaya tambak tidak maksimal, salah satu isu strategis
adalah terbatasnya pengetahuan dan teknologi budidaya yang dimiliki bagi para
petani tambak itu sendiri. Keterbatasan pengetahuan dan teknologi ini berakibat
pada kesulitan mereka untuk dapat meningkatkan hasil produksi tambak persatuan
luas. Hal ini menjadi cermin bagi petugas perikanan dalam penyebarluasan atau
penyuluhan bagi petani tambak. Beberapa kemungkinan penyebab keterbatasan
pengetahuan dan teknologi petani tambak adalah :
a. Terbatasnya jumlah dan kapasitas pengetahuan tenaga
pendamping yang dimilii oleh dinas terkait (dinas perikanan dan kelautan badan
diklat dll) dalam melakukan penyuluhan budidaya di lapangan.
b. Kurangnya atau terputusnya koordinasi dari instansi
terkait dalam melakukan sosialisasi setiap teknologi baru yang
dihasilkan.
c. Secara umum petani tambak mempunyai keengganan untuk
menerima teknologi baru , yang belum dipraktekan atau dilihat secara langsung
oleh petani di daerah tempat usahanya. Hal ini disebabkan karena adanya
ketakutan dan keraguan mengenai tepat tidaknya teknologi tersebut dalam
meningkatkan produktivitas usahanya.
Adapun
faktor-faktor yang mendukung produktivitas perikanan budidaya antara lain :
a.
Potensi sumber daya
perikanan budidaya cukup besar dengan aneka jenis ikan dan biota air laut
maupun air tawar bernilai ekonomis (udang,ikan kerapu,rumput laut,ikan patin
dll) yang memungkinkan untuk dibudidayakan.
b.
Lahan untuk usaha
budidaya yang terbentang luas di wilayah indonesia.
c.
Sumber daya manusia
serta tenaga kerja yang relatif banyak dan murah.
2.1.2.
Aspek Pasar
Dalam menjalankan
bisnis ini memang cukup menguntungkan dipasaran,tetapi juga banyak mengambil
resiko Permintaan negara konsumen saat ini sangat menekankan keamanan
pangan (food safety), sehingga mengharuskan produksi udang bebas dari
bahan-bahan yang berbahaya.
Setelah udang
mencapai ukuran konsumsi dengan harga pasar yang baik,harga jual udang
tergantung size ukuran dan tiap waktu harga bisa berubah sesuai ukuran atau
size yang dibutuhkan pasar , sehingga petambak harus mengikuti perubahan harga
pasar udang berdasar size atau ukuran waktu akan melakukan panen untuk
mendapatkan nilai jual yang tinggi. Selain itu mutu udangpun harus dijaga agar
kualitas udang tetap terjaga sehingga tidak menurunkan harga pada saat dijual.
Pemasaran udang windu
akhir-akhir ini agak kurang berjalan dengan lancar,salah satu penyebabnya
adalah kegagalan budidaya tambak udang di berbagai daerah sehingga para
pengusaha udang banyak mengurangi kegiatannya. Di samping itu informasi yang
kurang terjalin dengan baik antara produsen udang dengan pengusaha tambak juga
mengakibatkan pemasaran udang kurang lancar juga. Kondisi mutu udang menjadi
issue utama sekarang ini sehingga pengusaha tambak akan memilih udang yang
bermutu baik. banyak faktor teknis yang harus dipertimbangkan pasar dan harus
diperhitungkan dalam pelaksanaan panen.
a.
Mengangkut udang dari
tambak secepatnya untuk dibersihkan.
b.
Membilas udang dengan
air tawar dan bersih.
c.
Mematikan udang
dengan air es.
d.
Memilih udang
berdasarkan ukuran dan kualitas
e.
Sesegera mungkin
menimbang udang
f.
Memberi es pada udang
yang telah dipilah dengan berselang masing-masing setebal 10cm.
Dengan cara diatas, penurunan kualitas dan rasa udang
hampir sama tidak terjadi,dan pembeli dari dalam atau luar negeripun akan
menghargainya dengan memberi harga yang tinggi.
2.1.3. Aspek Operasional
Aspek operasional
merupakan prosedur baku yang menjadi pegangan bagi pembudidaya untuk dapat
menerapkan tata cara / aturan yang ada dengan semestinya. Standart operasional
prosedur adalah tuntunan yang telah teruji dan menjadi kebutuhan yang
seharusnya dalam menjalankan proses produksi yang di terapkan. Pernyataan
“dengan benar dan tepat waktu” adalah berupaya maksimal untuk tidak melakukan
penggeseran atau mengalihkan ketentuan yang ada dalam SOP tersebut. Sebagai
konsekuensi yang menjadi tanggung jawab adalah melaksanakan secara konsisten
seluruh kaedah yang telah tertulis dalam SOP dan menyempurnakan / memperbaiki
segala bentuk ketidak sesuaian yang tidak terjadi selama dalam pelaksanaan
proses produksi.
Tersedianya sarana
dan prasarana yang cukup dengan jangkauan yang mudah. Ketersediaan sarana
budidaya yang cukup dan lengkap serta tidak banyak mengalami kesulitan untuk
mendapatkanya adalah menjadi salah satu syarat yang tidak dapat lagi di tunda
dalam proses produksi. Demikian pula halnya bangunan (baik permanen maupun tidak).
Serta prasarana lainya yang mendukung dalam kelancaran proses produksi dan
pemasaran hasil.
Peningkatan etos
kerja,penerapan biosekurirti dan kerjasama mutualistis antar pembudidaya.
Kegigian petambak sebagai pelaku budidaya tentu tidak di sangsikan lagi akan
keuletan dan kerja kerasnya karena rasa memiliki dan rasa tanggung jawab sudah
harus melekat dalam kehidupanya guna mempertahankan dan ingin meraih sukses
atas upaya yang dilakukanya unutk mencapai kesejahteraan yang lebih baik.
Penerapan biosekurirti merupakan salah satu unsur kegiatan untuk melindungi
segala upaya yang dilakukan selama dalam proses produksi maupun pada masa tidak
berproduksi. Salah satu yang dimaksud dalam kerjasama yang menguntungkan antar
pembudidaya ini adalah seberapa besar upaya yang dilakukan untuk mempertahankan
agar kondisi kualitas lingkungan yang menjadi milik bersama (open access)
seperti saluran utama dan saluran sekunder pada kondisi yang baik.
2.2. Gambaran Umum Udang Windu
2.1.1. Klasifikasi
Adapun
klsifikasi dari udang windu (Penaeus monodon), sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum :
Arthropoda
Subfilum
: Crustacea
Kelas :
Malacostraca
Ordo :
Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus :
Penaeus
Spesies : Penaeus monodon (Anonim, 2012)
2.1.2. Morfologi
Apabila kita hanya mempelajari bentuk-bentuk
luarnya saja. Dilihat dari luar, tubuh udang terdiri dari dua bagian, yaitu
bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala, yang
sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu itu dinamakan
kepala-dada (cepholothorax) serta bagian perut (abdomen) terdapat ekor dibagian
belakangnya.
Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya
terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala dada
terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas.
Sedangkan bagian perut terdiri dari 6 ruas. Tiap ruas badan mempunyai sepasang
anggota badan yang beruas-ruas pula.
Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton,
yang terbuat dari bahan chitin. Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada
sambungan-sambungannya antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini
memudahkan mereka untuk bergerak (Mujiman dan Suyanto, 2005)
Gambar 1. Udang Windu
Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada
disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala
dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas,
tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang
beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu
telson yang berbentuk runcing.
1.
Pembagian
Tubuh
a.
Bagian
Kepala
Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala
atau Carapace. Bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang
disebut cucuk kepala atau rostrum. Pada bagian atas rostrum terdapat 7 gerigi
dan bagian bawahnya 3 gerigi untuk P. monodon. Bagian kepala lainnya adalah :
·
Sepasang
mata majemuk (mata facet) bertangkai dan dapat digerakkan.
·
Mulut
terletak pada bagian bawah kepala dengan rahang (mandibula) yang kuat.
·
Sepasang
sungut besar atau antena.
·
Dua
pasang sungut kecil atau antennula.
·
Sepasang
sirip kepala (Scophocerit).
·
Sepasang
alat pembantu rahang (Maxilliped).
·
Lima
pasang kaki jalan (pereopoda), kaki jalan pertama, kedua dan ketiga bercapit
yang dinamakan chela.
Pada bagian dalam terdapat hepatopankreas,
jantung dan insang.
b.
Bagian
Badan dan Perut (Abdomen)
Bagian badan tertutup oleh 6 ruas, yang satu
sama lainnya dihubungkan oleh selaput tipis. Ada lima pasang kaki renang
(pleopoda) yang melekat pada ruas pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan
pada ruas keenam, kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas
(uropoda). Di antara ekor kipas terdapat ekor yang meruncing pada bagian
ujungnya yang disebut telson. Organ dalam yang bisa diamati adalah usus
(intestine) yang bermuara pada anus yang terletak pada ujung ruas keenam
(Anonim, 2012)
c.
Alat
Kelamin
Udang jantan dan udang betina dapat dibedakan
dengan melihat alat kelamin luarnya. Alat luar jantan disebut petasma, yang
terdapat pada kak renang pertama. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak
diantara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5. Sedangkan lubang saluran kelaminnya
terletak diantara pangkal kaki jalan ke-3.
Alat kelamin primer
yang disebut gonad terdapat didalam
bagian kepala dada. Pada udang jantan yang dewasa, gonad akan menjadi testes
yang berfungsi sebagai penghasil mani (sperma). Sedangkan pada udang betina,
gonad akan menjadi ovarium (indung telur), yang berfungsi untuk menghasilkan
telur dan Ovarium yang telah matang akan meluas sampai ke ekor.
Sperma yang
dihasilkan oleh udang jantan pada waktu kawin akan dikeluarkan dalam kantung
seperti lender yang dinamakan spermatophora (kantung sperma). Dengan bantuan
petasma, spermatophora dilekatkan pada
thelicum udang betina bertelur, spermatophora akan pecah dan sel-sel spermanya
akan membuahi telur di luar badan induknya (Mujiman dan Suyanto, 2005).
2.3. Sifat dan Perilaku
Berikut beberapa
sifat dan perilaku udang windu yang perlu diketahui oleh pembudidaya udang agar
pelaksanaan pemeliharaan udang berhasil secara optimal.
2.3.1. Aktivitas
Udang mempunyai
sifat nocturnal. Artinya, udang aktif bergerak dan mencari makan pada suasana
yang gelap atau redup. Bila sinar terlalu cerah, udang akan diam berlindung di
dasar perairan. Oleh karena itu, udang perlu diberi pakan lebih banyak pada
sore hari dan malam hari. Sedangkan saat siang nan cerah, hanya sedikit pakan
yang dibutuhkan. Udang windu lebih suka tinggal di dasar perairan (bentik) atau
menempel pada sesuatu benda di dalam air. Jenis ini pun peka terhadap kondisi
dasar tambak yang kotor dan busuk yang menyebabkan udang lekas stress.
2.3.2. Kanibalisme
Umumnya, udang dan
semua bangsa krustasea bersifat kanibal, yaitu memangsa sesame jenis yang lebih
lemah kondisinya. Misalnya, udang yang sedang dalam proses ganti kulit
seringkali dimakan oleh udang lain. Udang berukuran lebih kecil dimakan oleh
udang besar, terutama bila dalam keadaan kurang makan.
2.3.3. Ganti Kulit
Udang berganti
kulit secara periodik. Pada proses ganti kulit, badan udang berkesempatan untuk
bertumbuh besar secara nyata. Udang muda lebih sering ganti kulit ketimbang
udang tua sehingga udang muda lebih cepat tumbuh ketimbang yang tua.
2.3.4. Daya Tahan
Pada waktu masih
benih, udang bersifat euryhaline yang sangat tahan terhadap fluktuasi kadar
garam. Oleh sebab itu, udang windu dapat dipelihara di tambak dengan kadar
garam bervariasi. Dari kisaran salinitan 3 – 5 promil di tambak yang jauh dari
laut hingga dalam tambak dekat laut berkadar salinitas 20 – 30 promil. Di
tambak yang berair dangkal, daya tahan terhadap goncangan suhu juga cukup
besar. Di malam hari, suhu dapat mencapai 22 o C atau dibawah 25 o C. Namun di
siang hari, terutama musim kemarau mungkins suhu sering mencapai 31 o C.
meskipun demikian, udang windu tetap dapat tumbuh dengan cukup baik (Suyanto
dan Takarina, 2009).
a.
Penyebaran dan Musim
Beberapa daerah yang merupakan daerah penyebaran udang windu (Penaeus
monodon), antara lain Sulawesi Selatan, pantai utara Jawa Tengah (Lasem sampai
Tuban), Jawa Timur, (Banyuwangi, Situbondo, tuban, dan Madura), D.I. Aceh, Nusa
Tenggara Barat, dan Kalimantan Timur. Biasanya, daerah yang terdapat benur juga
banyak terdapat nener bandeng.
Musim benur hampir selalu ada sepanjang tahun, bersamaan dengan musim
benih ikan bandeng (nener). Pastinya, puncak musim terjadi di awal musim hujan,
yaitu bulan Oktober sampai Desember yang menurut kalender tahun Jawa disebut
musim kapat atau musim labuh.
Pada awal musim kemarau, yaitu bulan Maret atau April sampai Juni yang
menurut kalender Jawa disebut musim kesongo atau marengan. Umumnya, kala musim
tersebut bergeser menurut datangnya musim hujan, lazimnya di Indonesia bagian
barat musim hujan terjadi lebih dahulu, bergeser kea rah timur (Suyanto dan
Takarina, 2009)
b.
Proses Pengolahan Tambak
Pengelolaan tambak
termasuk didalamnya yaitu persiapan tambak, jenis / tipe konstruksi kolam,
keadaan topografi, iklim, sarana dan prasarana penunjung kolam lainnya. Istilah
tambak berasal dari bahasa Jawa yaitu “nambak”, yang artinya membendung air
dengan pematang sehingga terkumpul pada suatu tempat.
Tambak dapat dibangun apabila memenuhi syarat
yang paling utama, yaitu telah dibuatnya bendungan sebagai tempat penampungan
air yang berasal dari air laut serta memiliki sarana saluran air yang
memudahkan penambahan air maupun pembuangan air pada waktu panen.
Tahap yang
dilakukan selama persiapan lahan adalah:
Pencangkulan dan pembalikan tanah. Bertujuan
untuk membebaskan senyawa dan gas beracun sisa budidaya hasil dekomposisi bahan
organik baik dari pakan maupun dari kotoran. Selain itu dengan menjadi
gemburnya tanah, aerasi akan berjalan dengan baik sehingga kesuburan lahan akan
meningkat.
Pengapuran. Selama budidaya, udang memerlukan
kondisi keasaman yang stabil yaitu pada pH 7 - 8. Untuk mengembalikan keasaman
tanah pada kondisi tersebut, dilakukan pengapuran karena penimbunan dan
pembusukan bahan organik selama budidaya sebelumnya menurunkan pH tanah. Dosis
yang dipakai adalah 400 kg/ha.
Pemupukan. Fungsi utama pemupukan adalah
memberikan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan pakan alami, memperbaiki
struktur tanah dan menghambat peresapan air pada tanah-tanah yang tidak kedap
air (porous). Penggunaan TON untuk pemupukan tanah dasar kolam sangat tepat,
karena TON yang mengandung unsur-unsur mineral penting, dan asam-asam organik
utama memberikan bahan-bahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan lahan
dan pertumbuhan plankton. Dosis pemupukan TON adalah 5 botol/ha atau 25 gr/100
m2. Selain pupuk TON ini juga di gunakan pupuk urea dengan dosis 320 - 350
kg/ha.
Pengelolaan air. Setelah dilakukan pemupukan
dengan TON, air dimasukkan hingga setinggi 10 - 20 cm kemudian dibiarkan
beberapa hari, untuk menumbuhkan bibit-bibit plankton. Air dimasukkan hingga
setinggi 80 cm atau menyesuaikan dengan kedalaman kolam (Anonim, 2012).
Pembangunan dan pengembangan tambak untuk
budidaya udang windu sebaiknya tidak mengarah ke tepi pantai, menyusuri laut
dan sungai, atau melewati saluran air utama.
Sebab lokasi tersebut beresiko terkena arus laut atau ombak jika terjadi
gelombang besar dan beresiko terkena banjir. Idealnya, pembangunan tambak
dilakukan di bagian belakang green belt (zona penyangga) yang berupa mangrove
dengan lebar minimum 200 meter dari bibir pantai. Hutan bakau berfungsi sebagai
pelindung terhadap erosi, abrasi, dan tiupan angin kencang yang akan mengganggu
fasilitas pendukung tambak.
Dasar tambak merupakan bagian terbesar dari
sebuah petakan dan secara langsung di gunakan sebagai tempat hiudp dan tempat
mencari makan udang. Dengan demikian, kondisi tanah dasar tambak harus selalu
prima sepanjang pemeliharaannya. Idealnya, tanah dasar tambak bisa kering pada
saat tertentu, misalnya ketika persiapan tambak. Biasanya, tanah dasar tambak
yang sulit di keringkan tidak sempat teroksidasi sehingga penguraian bahan
organic seperti sisa pakan atau kotoran udang tidak berjalan sempurna.
Penguraian bahan organik yang tidak sempurna ini meyebabkan terjadinya reaksi
kimia yang menghasilkan zat beracun, seperti ammonia atau asam sulfida. Zat
beracun tersebut bisa mengancam kehidupan udang. Karena itu, posisi tanah dasar
tambak harus lebih tinggi dari posisi dasar saluran (minimum 50 cm) sehingga
air mudah mengalir ke luar (Amri, 2008)
Tanah datar yang letaknya berada dekat pantai
sangat cocok untuk lokasi tambak. Pada tanah yang bergelombang sebaiknya dibuat
datar terlebih dahulu. Tanah yang paling baik adalah tanah paya-paya (jenis
tanah yang berawa-rawa) yang dekat laut dan muara sungai. Daerah ini jarang
mengalami kekeringan dan mempunyai unsur hara yang cukup tinggi. Tanah yang
digunakan untuk lokasi tambak dicari di daerah yang masih berada di daerah
pasang surut. Ketinggian seluruh tempat itu tidak boleh melebihi tinggi
permukaan air pasang tertimggi dan juga tidak boleh kurang (lebih rendah) dari
permukaan air surut terendah. Untuk membuat tambak, ketinggiannya harus
disesuaikan dengan perbedaan pasang surut. Pada umumnya pasang surut di
Indonesia adalah 1 – 2 meter, kecuali di Jawa Timur yang mempunyai ketinggian pasang
sampai 3 meter (Anonim, 2012).
2.4. Deskripsi Panen dan Pasca Panen
2.4.1. Pengertian Panen
Panen adalah tahap
akhir dari rangkaian proses budidaya udang diarea pertambakan udang. Yaitu
dengan cara pengambilan udang dari tambak yang dijaga kesegarannya untuk
kemudian dikirim ke proses selanjutnya untuk diolah lebih lanjut. Dari tahap
satu ketahap yang lainnya pada proses panen harus mempunyai persiapan yang
matang dan terencana dengan baik dari prosedur pelaksanaan panen, agar semua
berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh semua pihak, terutama bagi petambak
dan perusahaan.
Kegiatan panen
udang meskipun sebagai tahap akhir dari suatu proses budidaya udang dalam satu
siklus budidaya (terutama untuk panen normal) merupakan tahapan yang sangat
penting juga untuk dipahami. Kualitas udang dan sifat/tingkah laku udang
merupakan pengetahuan dasar yang perlu dipahami pada saat melakukan pemanenan
udang. Pada kondisi tertentu (sering dijumpai di lapangan) udang mengalami
penurunan kualitas yang sangat nyata pada saat dilakukan pemanenan, sehingga
secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap harga jual dan tingkat
keuntungan yang diperoleh menjadi tidak optimal (Anonim 2012)
2.4.2. Persiapan Sebelum
Pelaksanaan Panen
Sebelum melaksanakan panen ada beberapa
pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam rangka menghasilkan udang yang
bermutu baik. Pada saat perlakuaan pra-panen. Hal itu meliputi membersihkan
tambak dari kotoran dan sampah seperti tritip pada saat melakukan penangkapan
atau penjaringan. Cacat pada udang akan menurunkan mutu dan harga udang,
membesihkan tambak dari lumpur, sampah dan lumut. Untuk itu dapat dilakukan
siphon satu minggu sebelum panen, usahakan udang tidak dalam keadaan soft
sheel, karena akan mempengaruhi harga udang tersebut.
Adapun
kegiatan yang harus dilakukan pada saat persiapan tambak yang akan dipanen
adalah:
1.
Pemeriksaan Sarana dan Prasarana Panen.
Pastikan sarana dan
prasarana panen tersedia dengan kondisi baik. Pastikan kanal Sub Inlet terisi
air penuh untuk digunakan mencuci udang.
2.
Pemeriksaan Sisa Pakan di Gudang Petambak.
Pastikan sisa pakan
di gudang petambak 1 hari sebelum panen dan buatkan bukti retur yang
ditandatangani oleh petambak dan Team Aquaculture.
3.
Pemeriksaan Kondisi Udang
Lakukan pemeriksaan
kondisi adang 1 hari sebelum panen untuk memastikan bahwa udang tidak Moulting.
Lakukan penundaan panen jika ditemukan udang Moulting 5 %.
4.
Pengaturan Ketinggian Air
Sebelum panen
dilaksanakan, rencana panen harus telah disusun dengan baik, Harvesting Team
akan menghubungi supervesor dan petambak untuk mempersiapkan panen. Dalam hal
ini petambak mulai melakukan pengaturan ketinggian air agar sesuai dengan
standar ketinggian air untuk proses panen (Anonim, 2012).
2.4.3. Pengertian Pasca
Panen
Definisi pascapanen
menurut pasal 31 UU No.12/1992, adalah “suatu kegiatan yang meliputi pembersihan,
pengupasan, sortasi, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, standarisasi
mutu, dan transportasi hasil budidaya pertanian”.
Beberapa hal yang
penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen:
·
Alat-alat yang digunakan harus bersih.
·
Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
·
Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
·
Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
·
Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram
dengan air bersih.
·
Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan
mengawetkan udang.
·
Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan
NaCl 100 ppm untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh
bakteri pembusuk, seperti : Salmonella,
Vibrio, Staphylococcus (Anonim 2012).
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.
Persiapan awal panen yakni meliputi persiapan sarana dan
prasarana seperti kantong panen, waring panen, box, bak fiber, gerobak,
timbangan, keranjang panen dan es batu dan dilakukan pergantian air tambak
sebanyak 50 % volume air yang dilakukan beberapa hari sebelum pelaksanaan panen
serta harus dilakukan proses sampling untuk melihat keadaan udang tersebut.
2.
Pemanenan yang kami lakukan dilapangan adalah sebanyak 2
kali, yang pertama sebanyak 536, 98 kg dan kedua sebanyak 438,34 kg. panen
dilakukan pada waktu subuh dan panen yang dilakukan adalah panen total. proses
panen ini meliputi persiapan, proses penangkapan, pembongkaran serta pelelesan
udang.
3.
Tahapan pasca panen yang dilakukan meliputi :
pengangkatan, pencucian, penimbangan, pengemasan dan pengankutan udang. Untuk
pengemasan udang dalam box, perbandingan es dan udang dalam box adalah 1 : 1.
3.2.Saran
Dalam melakukan
kegiatan panen dan pasca panen ini harus benar-benar dipahami dengan baik tata
caranya agar hasil yang didapatkan akan baik pula mulai dari proses awal
sebelum pelaksanaan panen, pelaksanan panen serta penanganan pasca panen ini.
Dan penulis mengharapkan saran yang sifatnya membangun agar kesempurnaan dan
keberlanjutan laporan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amri Khairul Ir. M.si, 2008. Budidaya Udang Windu Secara Intensif.
Agromedia Pustaka . Jakarta.
Anonim 2012. Tahapan Pemanenan Udang. http://tipspetani.blogspot.com/2011
/04/tahap-pemanenan-udang.html
Anonim 2012. Dalam Motoh(1981)dan Landau(1992). Biologi udang windu dan
morfologi (Penaeus Monodon.) http://kuliahitukeren.blogspot.com
/2011/02/biologi-udang-windu-dan-morfologi.html
Anonim 2012. Kriteria Pasca Panen Udang.http://www.iptek.net.id/ind/warintek/
?mnu=6&ttg=3&doc=3b1
Mujiman Ahmad dan Suyanto Rachmatun S. Dra. 2005. Budidaya Udang Windu.
PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murtidjo Agus Bambang. 2003. Benih Udang Windu Skala Kecil. KANSIUS.
Yogyakarta.
Suyanto Rachmatun S. Dra. Dan Takarina Purbani E. Ir. M.si. 2009.
Panduan Budidaya Udang Windu. PT. Penebar Swadaya. Jakarta